Self Awareness, Mengapa Penting?

Jeda Ngaji
3 min readJun 17, 2021

--

Sebelum kita membahas lebih dalam, mari kita awali dari, apa itu self awareness?

Dari beberapa literatur yang saya baca, self awareness bisa diartikan sesederhana “kesadaran diri". Sebuah kondisi dimana kita menyadari tentang diri kita, emosi kita, apa yang sedang kita lakukan, atau mengapa kita melakukan itu.

Saya akui bahwa untuk sampai di tahap aware, mungkin perlu waktu dan pembiasaan yang tidak sebentar. Apalagi saat ini kita hidup di zaman merebaknya distraksi. Mungkin saat kamu membuka artikel ini pun, kamu juga sedang membuka 12 tabs lain di gawaimu. Entah apa yang mengarahkanmu hingga sampai di sini. Dilandasi kesadarankah? Atau malah hasil dari sesuatu yang impulsif?

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa apa yang kita lakukan banyak dipengaruhi oleh alam bawah sadar kita. Hal itu sebagai hasil dari kebiasaan yang kita lakukan setiap hari. Kita sampai di tahap tak menyadari antara mana yang auto-pilot dan mana yang bukan. Ini yang berbahaya. Saya pun kerap mengalaminya.

Berapa kali dalam sepekan kita kekurangan tidur? Berapa kali dalam sepekan kita skip sarapan? Berapa kali dalam sepekan kita melewatkan tugas-tugas yang seharusnya bisa kita selesaikan? Mungkin sebagian besar dari kita akan menjawab, sering. Jika demikian, mungkin self-awarenes kita perlu diperbaiki dari sekarang.

Pada dasarnya, yang membedakan antara orang yang tercerahkan dan yang tidak, bukan terletak pada tidak adanya kelemahan. Tetapi lebih kepada kesadaran akan kelemahan kemudian memperbaikinya. Sebab, bagaimana kita akan mengobati jika kita tidak sadar bahwa diri kita sedang sakit?

Pertama-tama, cobalah menyadari tentang apa yang sedang kita lakukan. Apakah ini yang benar-benar kita inginkan? Saya menyadari bahwa saya sedang menulis artikel ini. Alasannya karena saya merasa informasi ini penting untuk diketahui banyak orang, maka saya menulis. Dan saya mencoba memfokuskan diri pada apa yang menurut saya penting. Ini adalah lapisan yang paling pertama harus dicapai. Jika kita belum bisa sampai di posisi ini maka kita akan terus-menerus pada posisi dikendalikan distraksi, bukan mengendalikan distraksi. Tidak dipungkiri, bahwa berbagai distraksi seperti bermain game, nonton film, baca novel itu penting untuk membuat hidup kita berwarna. Tapi, kita harus tahu kapan kita harus bermain dan kapan kita harus menyelesaikan tugas hidup kita. Jelas ini mudah diucapkan tapi sulit untuk dipraktekkan.

Setelah mampu menyadari apa yang sedang kita lakukan. Selanjutnya kita bisa mulai berusaha untuk menyadari, apa yang sedang saya rasakan? Sebab perasaan adalah indikator tentang kondisi psikis kita. Maka itu penting untuk dipahami dan disadari. Perlu proses yang mendalam untuk bisa merasa nyaman pada semua emosi yang kita rasakan. Perlu kebijaksanaan untuk mencapai, “it’s ok to not be ok".

Emosi adalah sesuatu yang kuat peranannya dalam hidup kita. Jika kita sedang jengkel dengan rekan kita di tempat kerja. Maka hal itu bisa berdampak juga ke pasangan kita. Dinner yang seharusnya membahagiakan, bisa jadi hambar walaupun si doi sudah meyakinkan kita untuk bersabar akan keadaan. Di sinilah pentingnya menyadari perasaan agar kita bisa mengontrolnya.

Namun menyadari perasaan juga bisa menjerumuskan kita pada depresi dan self-obsessed, ini yang oleh Mark Manson pernah dijelaskan dalam bukunya, The subtle Art of Not Giving a Fuck. Ia menjelaskan bahwa kesadaran akan perasaan akan melahirkan perasaan baru. Yang kadang malah berakhir pada anxiety atau depresi. Maka jangan terlalu keras pada diri kita. Saya, kamu, dan semua orang pernah menjadi payah dan buruk. Terima itu sebagai sesuatu yang manusiawi.

Lalu apa saja cara yang bisa dilakukan untuk mencapai self awareness? Berikut ini cara yang disarankan oleh Mark Manson di salah satu artikelnya:

  1. Praktek mindfulness

2. Menuliskan apa yang perlu ditulis
3. Meminta feedback dan masukan dari orang-orang terdekat

Pada akhirnya, jangan berhenti pada self-awareness. Penelitian mengungkapkan bahwa self awareness tidak membuat seseorang menjadi bahagia, justru membuat beberapa orang merasa sedih. Hal itu terjadi jika… self awareness tidak dilanjutkan dengan self acceptance. Ya, kita harus menerima semuanya termasuk kekurangan diri sebagai sesuatu yang wajar dan manusiawi. Jangan menghakimi kita atas segala kesalahan dan kelemahan yang kita miliki. Kita hanya manusia, begitu juga mereka. Maka berdamailah dengan semua itu.

*Tulisan ini terinspirasi oleh salah satu artikel Mark Manson yang berjudul 3 levels of self-awareness

--

--